Presiden RI ke-2, Soeharto, telah lama disebut-sebut memiliki ilmu kebatinan. Dalam Edisi Khusus Majalah Tempo, 10 Februari 2008, Dr Budyapradipta, pakar sastra Jawa Universitas Indonesia, bercerita di artikel: Soedjono dan "Orde Dhawuh".
Kata Budyapradipta, Soeharto telah lama tertarik dengan ilmu kebatinan Jawa. Ketertarikan itu semakin kuat kala Soeharto bertemu dengan Soedjono Hoemardhani pada Juni 1956. Kala itu, Soeharto kepala staf yang menjadi Panglima Divisi Diponegoro, dengan pangkat letnan kolonel. Sedangkan Soedjono seorang kapten.
"Soedjono dikenal menyukai dunia kebatinan Jawa. Keduanya menemukan kecocokan," tulis Majalah Tempo.
Seodjono pun mengajak Soeharto ke Sendang Titis di Dusun Semanggi, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Di kolam mata air itu, almarhum Rama Martapangarsa, seorang spiritualis Yogyakarta, pernah menempa diri. Dan di situlah, pada 1957, Soeharto dibaptis oleh Rama Marta. Bersama Soedjono, Soeharto menjalani ikatan persaudaraan mistikal. Sedangkan Rama Marta menjadi guru kebatinan Jawa yang dipercaya Soeharto.
Di Sendang Titis itulah Rama Marta membaptis Pak Harto menjadi Rama," kata Budyapradita. "Pak Djono menjadi Lesmana, Bu Tien menjadi Sinta, Bu Jono menjadi Kunti.
Budyapradipta sendiri pernah menjadi sekretaris pribadi Soedjono Hoemardani pada 19831986. Dan ia mendengar kisah ini, langsung dari Soedjono. Kata Soedjono ke Budyapradipta, dialah yang datang pertama kali ke Sendang Titis, bersama istrinya.
Ketika itu, Rama Marta telah menunggu. Tak berapa lama, barulah Soeharto datang dengan istri, Tien. Melihat Soeharto, Rama Marta seolah membaca tanda-tanda. Kemudian berkata, Lha iki jago wirig kuningku (lha ini jago aduanku datang).
Dalam budaya Jawa, wirig kuning adalah ayam jago dengan kaki serta paruh berwarna kuning, dan dikenal tangguh dalam bertarung.
Kata Budyapradipta, Soeharto telah lama tertarik dengan ilmu kebatinan Jawa. Ketertarikan itu semakin kuat kala Soeharto bertemu dengan Soedjono Hoemardhani pada Juni 1956. Kala itu, Soeharto kepala staf yang menjadi Panglima Divisi Diponegoro, dengan pangkat letnan kolonel. Sedangkan Soedjono seorang kapten.
"Soedjono dikenal menyukai dunia kebatinan Jawa. Keduanya menemukan kecocokan," tulis Majalah Tempo.
Seodjono pun mengajak Soeharto ke Sendang Titis di Dusun Semanggi, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Di kolam mata air itu, almarhum Rama Martapangarsa, seorang spiritualis Yogyakarta, pernah menempa diri. Dan di situlah, pada 1957, Soeharto dibaptis oleh Rama Marta. Bersama Soedjono, Soeharto menjalani ikatan persaudaraan mistikal. Sedangkan Rama Marta menjadi guru kebatinan Jawa yang dipercaya Soeharto.
Di Sendang Titis itulah Rama Marta membaptis Pak Harto menjadi Rama," kata Budyapradita. "Pak Djono menjadi Lesmana, Bu Tien menjadi Sinta, Bu Jono menjadi Kunti.
Budyapradipta sendiri pernah menjadi sekretaris pribadi Soedjono Hoemardani pada 19831986. Dan ia mendengar kisah ini, langsung dari Soedjono. Kata Soedjono ke Budyapradipta, dialah yang datang pertama kali ke Sendang Titis, bersama istrinya.
Ketika itu, Rama Marta telah menunggu. Tak berapa lama, barulah Soeharto datang dengan istri, Tien. Melihat Soeharto, Rama Marta seolah membaca tanda-tanda. Kemudian berkata, Lha iki jago wirig kuningku (lha ini jago aduanku datang).
Dalam budaya Jawa, wirig kuning adalah ayam jago dengan kaki serta paruh berwarna kuning, dan dikenal tangguh dalam bertarung.