Sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas tiga, Lea
Teikoalu memutuskan untuk memiliki tato permanen. Ingin terlihat lebih
keren, begitu alasan pertamanya memutuskan untuk menghiasi tubuhnya dengan tato
untuk pertama kali. Tato perdananya itu bergambar lumba - lumba yang
dikenal cerdas dan penolong.
Kini, menginjak usianya yang ke 35 tahun, sudah ada 11 tato yang
menghiasi tubuh Lea. Ada tato di pinggul, pantat, leher belakang, juga
lengan kiri dan kanan. Semua tato tidak sembarangan dibuat. Masing -
masing mengandung filosofi dan kisah.
Di lengan kanannya tergambar Rosario yang menjadi perlambang panjatan
doa. Sementara itu, di bagian pinggul terdapat tato berupa hati yang
pecah dengan seni yang indah. Di leher belakang Lea juga terangkai
tulisan Mandarin yang berarti "penari", mencerminkan profesi yang
dicintainya sebagai penari dan koreografer.
"Bagaikan diary, semua tato mengingatkan tentang momen - momen spesial
sepanjang hidup saya. Remembering all the moments," ungkap perempuan
yang tergabung dalam tim penari Agnes Monica itu.
Perempuan yang juga seorang penyanyi dalam grup vokal bernama Kilau
itu mengaku sangat selektif dalam memilih tatto artist yang akan
melukis tubuhnya. Hanya yang kredibel, memiliki sertifikat, benar -
benar belajar tato, serta memiliki banyak pengalaman dan yang dikenal
dekatlah yang dipilih Lea untuk mentato tubuhnya. Ia pun rela merogoh
kocek untuk mendapatkan tato yang berkualitas dan sesuai keinginannya.
Wanita berdarah Manado itu mengaku pernah mengeluarkan Rp 7 juta untuk
satu tato, yakni tato bergambar potret ibunya di lengan kiri. Untuk
konsep desain, Lea kebanyakan memilihnya sendiri.
Rupanya perempuan bertato belum sepenuhnya dianggap biasa di tengah
masyarakat. Nyatanya, Lea pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan
saat berada di bus Trans-Jakarta. Saat itu, seorang laki - laki
dirasakan Lea memandang sinis kearah sebagian tato yang mengintip di
lengannya. Padahal saat itu ia mengenakan pakaian yang sopan.
Lea sadar betul itu konsekuensi pilihannya memiliki tato. Di luar itu,
ia merasa ini negara bebas dan tato adalah salah satu bentuk
jatidirinya. "Jadi sebelum memutuskan (memiliki tato di badan),
dipikirkan baik - baik segala sesuatunya," ujarnya. Lea bahkan masih
punya keinginan untuk menambah jumlah tatonya dengan alasan seni dalam
goresan tinta itu.
Nyatanya hingga kini pun, ibu Lea tidak menyetujui keberadaan tatonya.
Ibunya pun dengan tegas menetapkan batasan tato yang dimiliki Lea.
Sebuah tato bergambar mikrofon di lengan kiri sebagai pengingat sosok
ayahanda yang seorang penyanyi menjadi tato terakhir yang boleh
dimiliki Lea.
Sang ibunya punya alasan untuk membatasi tato putrinya, yakni
kekhawatiran sulitnya jodoh bagi perempuan bertato banyak. Itu pun
sempat membuat Lea khawatir. Namun, kemudian kekhawatiran itu
menghilang seiring dengan waktu. Menurutnya, saat ini zaman modern dan
setiap pria sudah memiliki banyak wawasan mengenai tato sebagai seni
dan lebih dewasa dalam memilih pasangan.
Ia pun tak menemui banyak kendala dari teman - teman pria, yang
menurut Lea tidak menghakimi tatonya. Saat ini, Lea mengaku kekasihnya
yang seorang seniman tak punya masalah dengan tato Lea. "He know me
very well. Mulai dari tato, perilaku, prestasi, dan bagaimana saya
menghormati sosok ibi saya," ungkap dia.
Teikoalu memutuskan untuk memiliki tato permanen. Ingin terlihat lebih
keren, begitu alasan pertamanya memutuskan untuk menghiasi tubuhnya dengan tato
untuk pertama kali. Tato perdananya itu bergambar lumba - lumba yang
dikenal cerdas dan penolong.
Kini, menginjak usianya yang ke 35 tahun, sudah ada 11 tato yang
menghiasi tubuh Lea. Ada tato di pinggul, pantat, leher belakang, juga
lengan kiri dan kanan. Semua tato tidak sembarangan dibuat. Masing -
masing mengandung filosofi dan kisah.
Di lengan kanannya tergambar Rosario yang menjadi perlambang panjatan
doa. Sementara itu, di bagian pinggul terdapat tato berupa hati yang
pecah dengan seni yang indah. Di leher belakang Lea juga terangkai
tulisan Mandarin yang berarti "penari", mencerminkan profesi yang
dicintainya sebagai penari dan koreografer.
"Bagaikan diary, semua tato mengingatkan tentang momen - momen spesial
sepanjang hidup saya. Remembering all the moments," ungkap perempuan
yang tergabung dalam tim penari Agnes Monica itu.
Perempuan yang juga seorang penyanyi dalam grup vokal bernama Kilau
itu mengaku sangat selektif dalam memilih tatto artist yang akan
melukis tubuhnya. Hanya yang kredibel, memiliki sertifikat, benar -
benar belajar tato, serta memiliki banyak pengalaman dan yang dikenal
dekatlah yang dipilih Lea untuk mentato tubuhnya. Ia pun rela merogoh
kocek untuk mendapatkan tato yang berkualitas dan sesuai keinginannya.
Wanita berdarah Manado itu mengaku pernah mengeluarkan Rp 7 juta untuk
satu tato, yakni tato bergambar potret ibunya di lengan kiri. Untuk
konsep desain, Lea kebanyakan memilihnya sendiri.
Rupanya perempuan bertato belum sepenuhnya dianggap biasa di tengah
masyarakat. Nyatanya, Lea pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan
saat berada di bus Trans-Jakarta. Saat itu, seorang laki - laki
dirasakan Lea memandang sinis kearah sebagian tato yang mengintip di
lengannya. Padahal saat itu ia mengenakan pakaian yang sopan.
Lea sadar betul itu konsekuensi pilihannya memiliki tato. Di luar itu,
ia merasa ini negara bebas dan tato adalah salah satu bentuk
jatidirinya. "Jadi sebelum memutuskan (memiliki tato di badan),
dipikirkan baik - baik segala sesuatunya," ujarnya. Lea bahkan masih
punya keinginan untuk menambah jumlah tatonya dengan alasan seni dalam
goresan tinta itu.
Nyatanya hingga kini pun, ibu Lea tidak menyetujui keberadaan tatonya.
Ibunya pun dengan tegas menetapkan batasan tato yang dimiliki Lea.
Sebuah tato bergambar mikrofon di lengan kiri sebagai pengingat sosok
ayahanda yang seorang penyanyi menjadi tato terakhir yang boleh
dimiliki Lea.
Sang ibunya punya alasan untuk membatasi tato putrinya, yakni
kekhawatiran sulitnya jodoh bagi perempuan bertato banyak. Itu pun
sempat membuat Lea khawatir. Namun, kemudian kekhawatiran itu
menghilang seiring dengan waktu. Menurutnya, saat ini zaman modern dan
setiap pria sudah memiliki banyak wawasan mengenai tato sebagai seni
dan lebih dewasa dalam memilih pasangan.
Ia pun tak menemui banyak kendala dari teman - teman pria, yang
menurut Lea tidak menghakimi tatonya. Saat ini, Lea mengaku kekasihnya
yang seorang seniman tak punya masalah dengan tato Lea. "He know me
very well. Mulai dari tato, perilaku, prestasi, dan bagaimana saya
menghormati sosok ibi saya," ungkap dia.